Kamis, 01 Januari 2015

Masjid Muhammad Cheng Hoo di Palembang


Sudah lama ingin ke masjid ini tapi belum kesampaian juga. Sampai akhirnya pada hari Minggu, 28 Desember 2014 lalu keinginan ini bisa terlaksana. Tak hanya sendirian, tapi seluruh keluarga besar ikut serta dalam kunjungan religi ini. Hee... Ya, berkunjung ke Masjid Muhammad Cheng Hoo yang ada di kawasan Jakabaring Palembang.

Nama Cheng Hoo sendiri sudah berseliweran di kepala saya sejak penelusuran sejarah bangsa Cina di Kota Palembang untuk keperluan penelitian tesis tahun 2012 lalu. Sebagaimana diketahui, Cheng Hoo menjadi salah satu penyebar agama Islam di nusantara, termasuk di Palembang. Hingga akhirnya tesis tersebut dibukukan, pemahaman tentang Cheng Hoo bagi perkembangan kota ini juga masuk ke dalamnya. Berikut ini kalimat yang dikutip dalam buku saya, buku Pempek Palembang; Mendeskripsikan Identitas Wong Kito Melalui Kuliner Lokal Kebanggaan Mereka (Anita, 2014:36) yang juga menuliskan tentang dugaan bahwa sesungguhnya nenek moyang orang Palembang adalah orang Cina yang “merantau” ke wilayah Palembang, yaitu:

Sejarah keberadaan ras Cina di Kota Palembang sendiri, sesungguhnya masih terus diperdebatkan. Dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Teori dan Konsep, Sofia Rangkuti-Hasibuan (2002:196-198), mengungkapkan bahwa suku bangsa yang mendiami wilayah Propinsi Sumatera Selatan pada masa prasejarah adalah suku bangsa Kubu. Suku bangsa ini hidup pada zaman Batu Purba. Pada waktu kedatangan bangsa Yunnan Utara, suatu daerah di Cina barat daya, ke daerah tersebut, suku bangsa Kubu dihalau ke hutan dan pegunungan di sekitar daerah itu. Sebagian dari suku bangsa asli dibinasakan dan sebagian kawin campur dengan suku bangsa pendatang. Dari kawin campur ini lahirlah suku bangsa Palembang seperti sekarang ini. Menurut Rangkuti-Hasibuan, mungkin hal inilah yang membuat orang-orang Sumatera Selatan, khususnya Palembang, wajahnya mirip orang Cina. Jika sejarah ini benar adanya, meski kebanyakan catatan sejarah mencoba mengkaitkan kunjungan Cheng Ho (1371-1433) beserta armadanya sebagai awal mula pertemuan budaya antara penduduk pribumi Palembang dengan bangsa Cina (Yuanzhi, 2007:109-110, 218), artinya, nenek moyang orang Palembang itu sendiri sesungguhnya adalah orang Cina yang “merantau” ke wilayah Palembang. (Anita, 2014:36)

(Fafa di Bagian Dalam Mesjid Cheng Hoo)
Diketahui pula bahwa Cheng Hoo tidak hanya mengunjungi Palembang tapi juga beberapa wilayah lain di nusantara. Yang menjadi luar biasa memang karena biasanya dipahami bahwa orang Cina umumnya beragama Budha atau Kong Hu Cu, namun yang ini beragama Islam bahkan menjadi penyebar agama Nabi Muhammad SAW ini. Selain di Kota Palembang, Masjid Cheng Hoo juga diketahui ada di Surabaya dan Pasuruan.

Masjid Cheng Hoo yang ada di Palembang saat ini memang tak berdiri sejak 600 tahun silam. Karena usulan dari masyarakat Tionghoa di Palembang, kemudian didukung oleh para sesepuh Tionghoa dan juga para ulama, terutama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumatera Selatan, maka pembinaan masjid yang bernama lengkap “Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho Sriwijaya Palembang” dilakukan September 2005 saat diletakkan batu pertama. Untuk pertama kalinya, sholat Jumat secara umum dilakukan tanggal 22 Agustus 2008.

(Mesjid Cheng Hoo Tampak Depan)
Selain meyebarkan agama Islam, keberadaan Cheng Hoo di Kota Palembang tercatat pada masa-masa ketika diduga para perompak Cinalah yang berkuasa di kota ini. Hal ini sebagaimana tertuang dalam ulasan tentang sejarah Kota Palembang dalam Anita (2014:63-64).

2. Masa Perompak Cina
Dari sisa Kerajaan Sriwijaya tersebut tinggallah Palembang sebagai satu kekuatan tersendiri yang dikenal sebagai Kerajaan Palembang. Menurut catatan Cina, Raja Palembang yang bernama Ma-na-ha Pau-lin-pang pernah mengirim dutanya menghadap Kaisar Cina tahun 1374 dan 1375. Maharaja ini diduga sebagai Raja Palembang terakhir, yakni Parameswara sebelum Palembang dihancurkan oleh Majapahit tahun 1397. Akhirnya, Parameswara dengan para pengikutnya hijrah ke Semenanjung Malaya, dan sempat singgah ke Pulau Temasik dan mendirikan Kerajaan Singapura. Pulau ini ia tinggalkan setelah dia berperang melawan orang-orang Siam. Dari Singapura ke Semenanjung, Parameswara pun mendirikan Kerajaan Melaka. Setelah membina kerajaan ini dengan gaya dan cara Sriwijaya, Melaka pun menjadi kerajaan terbesar di Nusantara setelah kebesaran Sriwijaya. Palembang sendiri setelah ditinggalkan Parameswara menjadi kacau. Majapahit tidak dapat menempatkan adipati di Palembang karena ditolak oleh orang-orang Cina yang telah menguasai Palembang. Mereka menyebut Palembang sebagai Ku-Kang dan terdiri dari kelompok-kelompok Cina yang terusir dari Cina Selatan, yaitu dari wilayah Nan-hai, Chang-chou dan Changuan-chou.
Meskipun tiap kelompok ini mempunyai pemimpin masing-masing, tetapi mereka sepakat menolak pimpinan dari Majapahit dan mengangkat Liang Tau-Ming sebagai pemimpin pemersatu mereka. Pada masa ini Palembang dikenal sebagai wilayah yang menjadi sarang bajak laut dari orang-orang Cina tersebut. Tidak heran jika tokoh sejarah dan legendaris dari Cina, yaitu Laksamana Cheng-Ho terpaksa beberapa kali muncul di Palembang guna memberantas para bajak laut ini. Pada tahun 1407 setelah kembali dari pelayarannya dari barat, Cheng-Ho sendiri telah menangkap tokoh bajak laut dari Palembang, yaitu Chen Tsui-i. Cheng-Ho membawa bajak laut ini ke hadapan kaisar, lalu dihukum pancung di tengah pasar ibukota. Namun beberapa tokoh bajak laut di Lautan Cina seperti Chin Lien, pada tahun 1577 telah bersembunyi di Palembang dan kemudian menjadi pedagang yang disegani di Palembang. Chin Lien sebagai pengawas perdagangan untuk Cina. Sebetulnya kedudukan ini adalah suatu jabatan yang disahkan oleh kaisar dan mempunyai wewenang mengatur hukum, imbalan, penurunan ataupun promosi bagi warga Cina di Palembang. Dapat dibayangkan bahwa sejarah kekuasaan orang-orang Cina di Palembang hampir 200 tahun. (Anita, 2014:63-64)

Tak lama memang berkunjung ke mesjid yang memiliki nuansa warna merah, hijau, dan pink ini. Setelah berfoto dan sholat zuhur, kami pun segera melanjutkan ke destinasi selanjutnya. Well, jika kamu juga mau berkunjung ke masjid yang memiliki luas lahan 5.000 meter persegi dan memiliki daya tampung sebanyak 600-1.500 orang ini, caranya gampang sekali. Letaknya tidak jauh dari Asrama Atlet Jakabaring, bahkan dari jalan utama atap masjid yang memiliki fasilitas perpustakaan, ruang sidang, rumah imam masjid, dan kantor administrasi ini sudah kelihatan. Tinggal tanya penduduk setempat, kita pun akan sampai ke tempat tujuan. ^^

Alamat Masjid Muhammad Cheng Hoo: Perumahan Amin Mulia, Jakabaring, Palembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar